Tugas softskill bab III



BAB III
ETHICAL GOVERNANCE
1.  Governance system
Governance system merupakan Istilah system pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:
·         Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatu
·     Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
·         Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah.
Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang beranggotakan beberapa negara antara lain, Amerika Serikat, Negara-negara Eropa (Austria, Belgia, Denmark, Irlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Luxemburg, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Swedia, Swis, Turki, Inggris) serta Negara-negara Asia Pasific (Australia, Jepang, Korea,Selandia Baru) pada April 1998 telah mengembangkan The OECD Principlesof Corporate Governance. Principles of Corporate Governance.
Prinsip-prinsip corporate governance yang dikembangkan Meliputi 5 (lima) hal yaitu
         1.         Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham ( The Rights of shareholders).
         2.         Perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham (TheEquitable Treatment  of Shareholders).
         3.         Peranan Stakeholders yang terkait dengan perusahaan ( The Role of Stakeholders).
         4.         Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency).
         5.         Akuntabilitas Dewan Komisaris / Direksi (The Responsibilities of TheBoard ).
Prinsip-prinsip GCG sesuai pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No.117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMNsebagai berikut :
1.      Transparansi (transparency) :  keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevanmengenai perusahaan.
2.      Pengungkapan (disclosure) : penyajian informasi kepada stakeholders,baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan.
3.      Kemandirian (independence) : suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan danpengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
4.       Akuntabilitas (accountability) : kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis.
5.      Pertanggungjawaban (Responsibility) : kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku danprinsip-prinsip korporasi yang sehat.
6.      Kewajaran (fairness) : keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturanperundang-undangan yang berlaku.



 2.  Budaya etika
            Budaya Perusahaan adalah suatu sistem dari nilai-nilai yang dipegang bersama tentang apa yang penting serta keyakinan tentang bagaimana dunia itu berjalan. Terdapat tiga faktor yang menjelaskan perbedaan pengaruh budaya yang dominan terhadap perilaku, yaitu:
-          Keyakinan dan nilai-nilai bersama.
-          Dimiliki bersama secara luas.
-          Dapat diketahui dengan jelas, mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku.
Konsep etika bisnis tercermin pada corporate culture (budaya perusahaan). Menurut Kotler (1997) budaya perusahaan merupakan karakter suatu perusahaan yang mencakup pengalaman, cerita, kepercayaan dan norma bersama yang dianut oleh jajaran perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari cara karyawannya berpakaian, berbicara, melayani tamu dan pengaturan kantor.

3. Mengembangkan struktur etika korporasi
Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing  tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan  perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yany tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus  dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni  dengan cara :
·         Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct).
·         Memperkuat sistem pengawasan.
·         Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus.
4.  Kode perilaku Korporasi (corporate code of conduct)
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporateand Business Conduct )” merupakan implementasi salah satu prinsip GoodCorporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan“mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang,  pelaksanaan GCG perlu dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku (code of conduct) yang dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan. Prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah :
· Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yangmenggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
·        Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaanharus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
·       Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.

5.  Evaluasi terhadap Kode perilaku Korporasi
Standar etis yang ditetapkan dalam code of conduct tentunya menjadi kesadaran umum bagi pelaku bisnis. Dalam kerangka di Indonesia mau tidak mau perangkat-perangkat tersebut harus menjadi sebuah keharusan untuk dilaksanakan, baik kebijakan yang dihasilkan di Indonesia maupun kebijakan yang sifatnya global yang telah menjadi semacam standar internasional.
Prinsip penerapan code of conduct tidak hanya bisa diterapkan dalam lingkup perusahaan tapi bisa juga lingkup publik (pemerintah). Kita tahu krisis yang melanda Indonesia adalah akibat dari tidak diterapkannya etika. Kecenderungan pemerintahaan kita yang korup dan tidak mementingkan kepentingan rakyat telah berimbas pada pola kebijakan-kebijakan yang diterapkan. Cara berpikir yang korup telah menggerogoti otak, budaya, gaya hidup dan tata nilai kita. Sehingga kebijakan-kebijakan yang dihasilkan hanya menguntungkan beberapa pihak.
Diharapkan penerapan code of conduct  itu nantinya akan memberikan peran dalam menciptakan good corporate governance.  Sehingga prinsip good corporate governance  yaitu tansparancy, accountability, responsibility, independency dan fairness benar-benar akan terwujud. Pembentukan lembaga-lembaga pengawas seperti KKPU juga diharapkan akan dapat menjadi angin segar bagi pemberantasan KKN. Sehingga praktek bisnis yang sehat di Indonesia dapat tercapai (Sony Keraf, 1998).

Sumber : Sony Keraf, Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya, Kanisius, 1998.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA-Kasus Pembajakan Software (CD) di JAKARTA

Laporan Keuangan Koperasi Per 01 Januari – 30 Juni 2015

Tugas softskill ke-4 - II. Soal dan jawaban