tugas softskil bab II



BAB II
PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
1. Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku Etika
Perilaku Etika Bisnis Lingkungan bisnis yang mempunyai perilaku etika, dalam menciptakan etika bisnis ada beberapa hal yang diperhatikan antara lain adalah pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, dan menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang benar. Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan bisnis adalah :
·         Lingkungan internal, Segala sesuatu didalam organisasi atau perusahaan yang akan mempengaruhi organisasi atau  perusahaan tersebut.
·        Lingkungan Eksternal, Segala sesuatu di luar batas-batas organisasi atau perusahaan yang mempengaruhi organisasi atau perusahaan. Perubahan lingkungan bisnis yang semakin tidak menentu dan situasi bisnis yang semakin komperatif menimbulkan pesaingan yang semakin tajam.

     2.     Saling Ketergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu saja bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi.
Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.

3.    Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh, kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand, pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dan lain sebagainya.

4.    Perkembangan dalam etika bisnis
Kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah lepas dari sorotan etika. Perkembangan etika untuk bisnis seumur dengan bisnis itu sendiri. Sejak manusia mengadakan perniagaan, disadari atau tidak kegiatan ini tidak terlepas dari masalah etis. Misalnya sejak manusia berdagang ia sudah tahu tentang kemungkinan penipuan.. Dalam tek-teks kuno sudah dibaca teguran kepada pemilik toko yang menipu dengan mempermainkan timbangan. Aktivitas perniagaan selalu berurusan dengan etika artinya selalu mempertimbangkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Sony Keraf (1998) dalam bukunya mengusulkan bahwa perkembangan etika dibedakan dalam dua jenis yaitu etika –dalam- bisnis (ethics in business) dan etika bisnis (business ethics). Maksudnya disini adalah bahwa keberadaan etika selalu dikaitkan dengan bisnis. Sejak bisnis ada maka sejak saat itu pula bisnis dihubungkan dengan etika sebagaimana etika selalu dikaitkan dengan wilayah-wilayah lain dalam  kehidupan manusia seperti politik, keluarga, dan berbagai profesi. Etika –dalam- bisnis belum merupakan suatu bidang khusus yang memilki corak dan identitas sendiri. Hal ini baru tercapai dengan timbulnya “etika Bisnis” dalam arti sesungguhnya. Etika dalam bisnis mempunyai riwayat yang sudah panjang sekali sedangkan umur etika bisnis masih muda sekali.
Perkembangan etika bisnis masih menurut Sony Keraf (1998) dibagi dalam lima periode dimulai dari situasi terdahulu saat para pelaku sejarah filsafat yaitu plato, aristoteles dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan dalam konteks kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. Kemudian perkembangan etika disusul di masa peralihan yaitu tahun 1960-an, tahun 1970-an saat etika bisnis lahir di Amerika Serikat. Tahun 1980-an saat etika bisnis meluas ke eropa dan saat tahun 1990-an ketika etika bisnis telah menjadi fenomena global.
Pada saat etika bisnis menjadi fenomena global inilah etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia barat. Pembenaran tentang konsep etika bisnis yang dikemukakan oleh Sony Keraf yang menyebutkan bahwa  etika bisnis bersifat nasional, internasional dan global seperti bisnis itu sendiri kemudian menjadi kenyataan. Etika bisnis pada saat itu juga memasuki wilayah asia, terutama pada negara yang ekonomi paling kuat di luar negara barat yaitu Jepang. Menyusul etika bisnis di India,  prakteknya dilakukan oleh management center for human values di Kalkuta tahun 1992.
Perkembangan Etika Bisnis di Indonesia yang dapat kita sebut Etika Bisnis Pancasila mengacu pada setiap sila. Menurut Bung Karno, pada pidato kelahiran Pancasila 1 Juni 1945, Pancasila dapat diperas menjadi Sila Tunggal, yaitu Gotong Royong, atau Tri Sila sebagai berikut:
1.   Socio-nasionalisme
(Kebangsaan dan Peri Kemanusiaan)
2.   Socio-demokrasi (Demokrasi/ Kerakyatan, dan Kesejahteraan Sosial)
3.   Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Syarat mutlak dapat diwujudkannya Etika Bisnis Pancasila adalah mengakui terlebih dahulu Pancasila sebagai ideologi bangsa, sehingga asas-asasnya dapat menjadi pedoman perilaku setiap individu dalam kehidupan ekonomi dan bisnis sehari-hari. Baru sesudah asas-asas Pancasila benar-benar dijadikan pedoman etika bisnis, maka praktek-praktek bisnis dapat dinilai sejalan atau tidak dengan pedoman moral sistem Ekonomi Pancasila.

5.  Etika bisnis dan Akuntan
Dalam dunia akuntansi dan audit, ada bagian yang disebut sebagai "lingkungan pengendalian manajemen", yaitu situasi dan kondisi yang mempengaruhi kuat lemahnya sistem pengendalian manajemen. Beberapa faktor di antaranya adalah regulasi pemerintah, budaya masyarakat sekitar, praktek bisnis, dan kondisi penegakan hukum.
Dalam lingkungan pengendalian yang kondusif, mereka cenderung dapat menjaga diri dari perbuatan curang, menggelapkan aset, menggelembungkan harga proyek, menyulap laba, menyuap mitra, dan seterusnya. Dalam lingkungan pengendalian yang buruk, pelaku bisnis punya peluang besar untuk mengeruk untung sebesar-besarnya, meskipun dengan cara yang tidak dibenarkan oleh hukum, apalagi oleh nilai etika.
Betapapun jelasnya peran akuntan dalam merancang dan mengegolkan kejahatan ekonomi sejenis ini, seorang akuntan dalam perusahaan mempunyai dosa paling kurang setara, karena merekalah pihak pertama yang harus mencegahnya atas nama kode etik dan tanggung jawab profesi.  
Untuk membangun reputasi, perusahaan konsultan sangat menjunjung etika. Oleh karena itu jarang perusahaan konsultan yang beriklan secara berlebih. Agar reputasi tetap terjaga, perusahaan konsultan memiliki beberapa kriteria. Misalnya, menolak klien yang berisiko tinggi, walaupun klien tersebut menyediakan banyak uang.
Salah satu etika perusahaan konsultan adalah menjaga kerahasiaan klien. Bisa saja perusahaan konsultan menangani dua perusahaan dalam industri yang sama, tetapi kerahasiaan masing-masing perusahaan akan tetap terjaga. Perusahaan yang satu tidak dapat memanfaatkan perusahaan yang lain. Setiap perusahaan mempunyai penyelesaian masalah, sehingga nantinya bisa berkompetisi satu dengan yang lainnya.
Usaha jasa konsultan mungkin tidak terlepas dari penyimpangan. Padahal bisnis ini perlu dilandasi reputasi dan persepsi. Oleh karena itu bila ada persepsi negatif seharusnya tidak diremehkan. Dalam menghadapi masalah, perusahaan jangan defensif, tetapi melakukan aksi pembenahan ke dalam. 

Sumber : Sony Keraf, Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya, Kanisius, 1998.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA-Kasus Pembajakan Software (CD) di JAKARTA

Laporan Keuangan Koperasi Per 01 Januari – 30 Juni 2015

Tugas softskill ke-4 - II. Soal dan jawaban